Selasa, 15 Januari 2013

PENDEKATAN MAKNA DAN JENIS-JENIS MAKNA



Pendekatan Makna
Makna dapat dibicarakan dari dua pendekatan, yakni pendekatan analitik atau referensial dan pendekatan operasional. Pendekatan analitik adalah pendekatan yang ingin mencari esensi makna dengan cara menguraikannya atas segmen-segmen utama, sedangkan pendekatan operasional adalah pendekatan ingin mempelajari kata dalam penggunaannya. Pendekatan operasional lebih menekankan bagaimana kata dioperasikan di dalam tindak fonasi sehari-hari. Pendekatan operasional ini menggunakan tes substitusi untuk menentukan tepat tidaknya makna sebuah kata.

            Contoh: - Ia tidak pergi ke sekolah karena sakit
              - Ia tidak pergi ke sekolah sebab sakit

Dari kedua contoh di atas dapat dilihat bahwa kata karena maupun sebab dapat digunakan dalam kedua kalimat tersebut.


            Contoh: kata istri

            Dilihat dari pendekatan analitik, kata istri dapat diuraikan menjadi:

·         Perempuan
·         Telah bersuami
·         Kemungkinan telah beranak
·         Manusia
·         Ramah-tamah
·         Berambut panjang
·         Berfungsi sebagai pendamping suami
·         Hak dan kewajibannya tidak berbeda dengan hak dan kewajiban suami

Jika kata istri dilihat dari pendekatan operasional, akan terlihat dari kemungkinan-kemungkinan pemunculannya dalam kalimat-kalimat, misalnya sebagai berikut:

·         Si Dula mempunyai istri
·         Istri si Ali telah meninggal
·         Banyak istri yang bekerja di kantor
·         Apakah istrimu sudah naik haji?

Tetapi tidak mungkin orang mengatakan:

·         Istri Ali berkaki tiga
·         Istri tidak pernah melahirkan

Kedua pendekatan di atas dikemukakan oleh Wittgenstein (1953) dalam bukunya Philosophical Investigation (1953).

Selain kedua pendekatan yang dikemukakan oleh Wittgenstein, makna dapat pula dilihat dari hubungan-hubungan fungsi yang berbeda di dalam bahasa. Pada umumnya dibedakan menjadi pendekatan ekstensional dan pendekatan intensional (Nida, 1975:22). Pendekatan ekstensional ialah pendekatan yang memusatkan perhatian pada penggunaan kata di dalam konteks (bandingkan dengan pendekatan operasional), sedangkan yang dimaksud dengan pendekatan intensional adalah pendekatan yang memusatkan perhatian pada struktur-struktur konseptual yang berhubungan dengan satuan-satuan utama (bandingkan dengan pendekatan analitik).

Aspek Makna
Aspek makna menurut Palmer (1976) dapat dipertimbangkan dari fungsi, dan dapat dibedakan atas:
1.      Sense ‘pengertian’
2.       Feeling ‘perasaan’
3.       Tone ‘nada’
4.      Intension ‘tujuan’
Keempat aspek tersebut dapat dipertimbangkan melalui data Bahasa Indonesia sebagai contoh pemahaman makna tersebut. Makna pengertian dapat kita terapkan di dalam komunikasi sehari-hari yang melibatkan apa yang disebut tema. Makna perasaan, nada, dan tujuan dapat pula dipertimbangkan melalui data Bahasa Indonesia maupun daerah.
1.      Sense ‘pengertian’
Aspek pengertian ini dapat dicapai apabila antara pembicara/penulis dan kawan berbahasa sama. Makna pengertian disebut juga tema, yang melibatkan ide atau pesan yang dimaksud. Saat berbicara dalam kehidupan sehari-hari sering didengar kawan bicara menggunakan kata-kata yang menggunakan ide atau pesan yang dimaksud.  Hal ini menyangkut tema pembicaraan sehari-hari misal tentang cuaca:
a.       Hari ini hujan
b.      Hari ini mendung
Pada komukasi tersebut tentu ada unsur pendengar (ragam lisan) dan pembaca (ragam tulis) yang mempunyai pengertian yang sama terhadap satuan-satuan hari, ini ,hujan, dan mendung.

2.      Feeling ‘perasaan’
Aspek makna perasaan berhubungan dengan sikap pembicara dengan situasi pembicaraan. Pada kehidupan sehari-hari penutur selalu berhubungan dengan perasaan (mis, sedih, dingin, panas, gembira ,jengkel, gatal ). Peryataan situasi yang berhubungan dengan aspek makna perasaan tersebut digunakan kata-kata yang sesuai dengan situasinya. Misalnya, tidak akan muncul ekspresi:
a.       Turut berduka cita
b.       Ikut bersedih
c.        I say my sympathy to.
Pada situasi bergembira , sebab ekspresi tersebut selalu muncul pada situasi kemalangan, atau kesedihan, bila ada yang meninggal dunia. Kata-kata tersebut memiliki makna  yang sesuai dengan perasaan.
Kata-kata yang sesuai dengan makna perasaan ini muncul dari pengalaman, dapat dipertimbangkan bila dikatakan “penipu kau”, merupakan ekpresi yang berhubungan dengan pengalaman tentang orang tersebut. Penutur merasa pantas menyebut orang tersebut sebagai penipu karena tindakannya yang tidak baik. Setiap sajak biasanya menggunakan aspek makna perasaan (feeling) penyair.
3.      Tone ‘nada’
Aspek makna nada (tone) adalah “an attitude to his listener” (sikap pembicara terhadap kawan bicara) atau dikatakan pula sikap penyair atau penulis terhadap pembaca. Aspek makna nada ini melibatkan pembicara untuk memilih kata-kata yang sesuai dengan keadaan kawan bicara dengan pembicara sendiri. Aspek pembicara telah mengenal pendengar-pembicara berkelamin sama dengan pendengar, atau apakah latar belakang sosial-ekonomi pembicara sama dengan pendengar. Hubungan pembicara-pembicara (kawan bicara) akan menentukan sikap yang akan tercermin di dalam kata-kata yang akan digunakan
Aspek nada ini berhubungan pula dengan aspek makna perasaan, bila seseorang jengkel maka sikap orang tersebut akan berlainan dengan perasaan bergembira terhadap kawan bicara. Bila seseorang jengkel akan memilih aspek makna nada dengan meninggi, berlainan dengan aspek makna yang digunakan bila seseorang memerlukan sesuatu, maka akan beriba-iba dengan nada merata atau merendah. Bandingkanlah aspek makna nada berikut :
a.       Orang itu tidak tertarik
b.       Kereta api dari yogya sudah datang
c.       Kereta api dari yogya sudah datang?
d.      Pergi!

4.      Intension ‘tujuan’

Aspek makna tujuan ini adalah “his aim, concionus or unconscious, the effect he is endeavouring to promote” (tujuan atau maksud, baik disadari maupun tidak, akibat usaha dari peningkatan). Apa yang diungkapkan di dalam aspek tujuan memiliki tujuan tertentu, misalnya dengan mengatakan “penipu kau!” tujuannya supaya kawan bicara mengubah kelakuaan (tindakan) yang tidak di inginkan tersebut.

Aspek makna tujuaan ini melibatkan klasifikasi peryataan yang bersifat :

a.       Deklaratif
b.      Persuasive
c.       Imperstif
d.      Naratif
e.       Politis
f.       Paedagogis (pendidikan)

Jenis Makna

Jenis makna yang dapat dilihat dari berbagai buku semantik a.l Bloomfield (1933), Palmerz (1976), Verhaar (1981), dan dari kamus, a.l. kridalaksana (1984), atau dari Ullman (1962). Diketahui bahwa kata memeiliki makna  kognitif (denotatif; deskriptif), makna konotatif dan emotif. Kata dengan makna kognitif ditemukan dalam kehidupan sehari-hari, dan kata kognitif ini sering dipakai di bidang teknik. Kata konotatif di dalam bahasa Indonesia cenderung bermakna negatif, sedangkan kata emotif memiliki makna positif.[1]

Suatu kata dapat memiliki makna kognitif saja atau satu kata memiliki baik makna kognitif maupun makna konotatif atau makna emotif. Para ahli telah mengemukakan berbagai jenis makna dan yang akan diuraikan sebagai berikut:

a.       Makna Sempit

Makna sempit (narrowed meaning) adalah makna yang lebih sempit dari keseluruhan ujaran. Makna yang asalnya lebih luas dapat menyempit, karena dibatasi. Perubahan makna suatu bentuk ujaran secara semantik berhubungan, tetapi ada juga yang menduga bahwa perubahan terjadi dan seolah-olah bentuk ujaran hanya menjadi objek yang relatif permanen dan makna hanya menempel seperti satelit yang berubah-ubah. Sesuatu yang menjadi harapan adalah menemukan alasan mengapa terjadi perubahan, melalui studi makna dengan segala perubahannya yang terjadi terus menerus.

Kata-kata bermakna luas dalam Bahasa Indoensia disebut juga makna umum (generik) digunakan untuk mengungkapkan gagasan atau ide yang umum. Gagasan atau ide yang umum bila dibubuhi rincian gagasan atau ide, maka maknanya akan menyempit (memiliki makna sempit).
   
b.      Makna Luas

Makna luas (widened meaning atau extended meaning) adalah makna yang terkandung dalam sebuah kata lebih luas yang diperkirakan. Kata-kata yang berkonsep memiliki makna luas dapat muncul dari makna yang sempit. Kata-kata yang memiliki makna luas digunakan untuk mengungkapkan gagasan atau ide yang umum, sedangkan makna sempit adalah kata-kata yang bermakna khusus atau kata-kata yang bermakna luas dengan unsur pembatas. Kata-kata bermakna sempit digunakan untuk menyatakan seluk-beluk atau rincian gagasan (ide) yang bersifat umum.
  
c.       Makna Kognitif

Makna kognitif disebut juga makna deskriptif atau denotatif adalah makna yang menunjukkan adanya hubungan antara konsep dan dunia kenyataan (bandingkanlah dengan makna konotatif dan emotif). Makna kognitif adalah makna lugas, makna apa adanya. Makna kognitif tidak hanya dimiliki kata-kata yang menunujuk benda-benda nyata, tetapi mengacu pula pada bentuk-bentuk yang makna kognitifnya khusus. Makna kognitif sering digunakan di dalam istilah teknik. Makna kognitif dengan sebutan bemacam-macam seperti deskriptif, denotatif, dan kognitif konsepsional. Makna ini tidak pernah tidak pernah dihubungkan dengan hal-hal lain secara asosiatif, makna tanpa tafsiran hubungan dengan benda lain atau peristiwa lain. Makna kognitif adalah makna sebenarnya, bukan makna kiasan atau perumpamaan.
 
d.      Makna Konotatif dan Emotif

Makna konotatif yang dibedakan dari makna emotif karena yang disebut pertama bersifat negatif dan yang disebut kemudian bersifat positif. Makna konotatif muncul sebagai akibat asosiasi perasaan terhadap apa yang diucapkan atau apa yang didengar.  Makna konotatif adalah makna yang muncul dari makna kognitif (lewat makna kognitif), ke dalam makna kognitif tersebut ditambahkan komponen makna lain.

Makna kognitif  dibedakan dari makna konotatf dan emotif  berdasarkan hubungannya, yakni hubungan antara kata dengan acuannya (referent) atau hubungan kata dengan denotasinya (hubungan antara kata (ungkapan) dengan orang, tempat, sifat, proses, dan kegiatan luar bahasa (denotata kata)); dan hubungan antara kata (ungkapan ) dengan ciri-ciri tertentu (disebut konotasi kata (ungkapan) atau sifat emotif kata (ungkapan)).

Makna konotatif dan makna emotif dapat dibedakan berdasarkan masyarakat yang menciptakannya atau menurut individu yang menciptakannya atau menghasilkannya, dan dapat dibedakan berdasarkan media yang digunakan (lisan atau tulisan), serta menurut bidang yang menjadi isinya. Makna konotatif berubah dari zaman ke zaman. Makna konotatif dan emotif dapat bersifat insidental.

Makna emotif (emotif meaning) adalah makna yang melibatkan perasaan (pembicara dan pendengar; penulis dan pembaca) ke arah yang positif. Makna ini berbeda dengan makna kognitif (denotatif) yang menunjukkan adanya hubungan antara dunia konsep (reference) dengan kenyataan, makna emotif menunjuk sesuatu yang lain yang tidak sepenuhnya sama dengan yang terdapat dalam dunia kenyataan.

Suatu kata dapat memiliki makna emotif dan bebas dari makna kognitif, atau dua kata dapat memilki makna kognitif yang sama, tetapi kedua kata tersebut dapat memiliki makna emotif yang berbeda. Makna emotf dalam Bahasa Indonesia cenderung berbeda dengan makna konotatif; makna emotif cenderung mengacu kepada hal-hal (makna) yang positif, sedangakn makna konotatif cenderung mangacu kepada hal-hal (makna) yang negatif . Beberapa makna konotatif atau emotif dapat muncul sebagai akibat perubahan tata nilai masyarakat bahasa.
      
e.       Makna Referensial

Makna referensial adalah makna yang berhubungan langsung dengan kenyataan atau refererent (acuan),  makna referensial disebut juga makna kognitif, karena memiliki acuan. Makna ini memiliki hubungan dengan konsep, sama halnya seperti makna kognitif. Makna referensial memiliki hubungan dengan konsep tentang sesuatu yang telah disepakati bersama (oleh masyarakat bahasa), seperti terlihat di dalam hubungan antara konsep (reference) dengan acuan (referent.

Hubungan yang terjalin antara sebuah bentuk kata dengan barang, hal, atau kegiatan (peristiwa) di luar bahasa tidak bersifat langsung, ada media yang terletak di antaranya. Kata merupakan lambang (simbol) yang menghubungkan konsep dan acuan.

f.       Makna Konstruksi

Makna konstruksi (counstriction meaning) adalah makna yang terdapat di dalam konstruksi, misal makna milik yang diungkapkan dengan urutan kata di dalam Bahasa Indonesia. Di samping itu, makna milik dapat diungkapkan melalui enklitik sebagai akhiran yang menunjukkan kepunyaan.

g.      Makna Leksikal dan Makna Gramatikal

Makna leksikal (lexical meaning, semantic meaning, external meaning) adalah makna unsur-unsur bahasa sebagai lambang benda, persitiwa, dll. Makna leksikal ini dimiliki unsur-unsur bahasa secara tersendiri, lepas dari konteks. Semua makna (baik bentuk dasar maupun turunan) yang ada dalam kamus disebut makna leksikal. Kata-kata tersebut meiliki makna dan dapat dibaca pada kamus, makna demikian disebut pula makna kamus, selain makna leksikal (dictionary meaning). Ada pula yang mengatakan bahwa makna leksikal adalah makna kata-kata pada waktu berdiri sendiri, baik dalam bentuk turunann maupun dalam bentuk dasar.

Makna gramatikal (grammatikal meaning; functional meaning; structural meaning; internal meanng) adalah makna yang menyangkut hubungan intra bahasa, atau makna yang muncul sebagai akibat berfungsinya sebuah kata di dalam kalimat. Di dalam semantik makna gramatikal dibedakan dari makna leksikal. Sejalan dengan pemahaman makna (sense ‘pengertian’; ‘makna’) dibedakan dari arti (meaning ‘arti’). Makna merupakan pertautan yang ada antara satuan bahasa, dapat dihubungkan dengan makna gramatikal, sedangkan arti adalah pengertian satuan kata sebagai unsur yang dihubungkan. Makna leksikal dapat berubah ke dalam makna gramtikal secara operasional.
      
h.      Makna idesional

Makna Idesional (ideational meaning) adalah makna yang muncul sebagai akibat penggunaan kata yang berkonsep. Kata yang dapat dicari konsepnya atau ide yang terkandung di dalam satuan kata-kata, baik bentuk dasar maupun turunan. Dengan makna idesional yang terkandung di dalamnya dapat dilihat paham yang terkandung di dalam makna sebuah kata.

i.        Makna Proposisi

Makna Proposisi (propositional meaning) adalah makna yang muncul bila membatasi pengertian tentang sesuatu. Kata-kata dengan makna proposisi didapatkan di bidang matematika, atau eksakta. Makna proposisi mengandung pula saran, hal, rencana, yang dapat dipahami melalui konteks. Makna proposisi dapat diterapkan pula ke dalam sesuatu yang pasti, tidak mungkin bisa diubah lagi. Makna proposisi ini sejalan dengan apa yang disebut tautology di dalam Bahasa Inggris yang merupakan aksioma bahasa.

j.        Makna Pusat

Makna pusat (central meaning) adalah makna yang dimiliki setiap kata yang menjadi inti ujaran. Setiap ujaran (klausa, kalimat, wacana) memiliki makna yang menjadi pusat (inti) pembicaraan. Makna pusat disebut juga makna tak berciri. Makna pusat dapat hadir pada konteksnya atau tidak hadir pada konteks. 

k.      Makna Piktorial

Makna piktorial adalah makna suatu kata yang berhubungan dengan perasaan pendengar atau pembaca. Perasaan meuncul segera setelah mendengar atau membaca suatu ekspresi yang menjijikkan, atau perasaan benci. Perasaan dapat pula berupa perasaan gembira.
 
l.        Makna Idiomatik

Makna idiomatik adalah makna leksikal terbentuk dari beberapa kata. Kata-kata yang disusun dengan kombinasi kata lain dapat pula menghasilkan makna yang berlainan. Sebagian idiom merupakan bentuk beku (tidak berubah), artinya kombinasi kata-kata dalam idiom dalam bentuk tetap. Bentuk tersebut tidak dapat diubah berdasarkan kaidah sintaksis yang berlaku bagi suatu bahasa. Makna idiomatik di dalam ungkapan dan peribahasa.

m.    Makna Afektif

Makna afketif (affective meaning) merupakan makna yang muncul akibat reaksi pendengar atau pembaca terhadap penggunaan kata atau kalimat. Oleh karena makna afektif berhubungan dengan reaksi pendengar atau pembaca dalam dimensi rasa, maka dengan sendirinya makna afektf berhubungan pula dengan gaya bahasa.

n.      Makna Ekstensi

Makna ekstensi (extensional meaning) adalah makna yang mencakup semua ciri objek atau konsep. Makna ini meliputi semua konsep yang ada pada kata. Makna ekstensi mencakup semua makna atau kemungkinan makna yang muncul dalam kata.

o.      Makna Gereflekter

Makna gereflekter (gereflecteerde betekenis) muncul dalam hal makna konseptual yang jamak, makna yang muncul akibat reaksi pendengar terhadap makna yang lain. Makna gereflekter tidak saja muncul karena sugesti emosional, tetapi juga yang berhubungan dengan kata atau ungkapan tabu.

p.      Makna Intensi

Makna intensi (intensional meaning) adalah makna yang menekankan maksud pembicara.

q.      Makna khusus

Makna khusus adalah makna kata atau istilah yang pemakaiannya terbatas pada bidang tertentu.

r.        Makna kiasan

Makna kiasan (transferred meaning atau figurative meaning) adalah pemakaian kata yang maknanya tidak sebenarnya. Makna kiasan tidak sesuai lagi dengan konsep yang terdapat dalam kata tersebut. Makna kiasan sudah bergeser dari makna sebenarnya, namun kalau dipikir secara mendalam, masih ada kaitan dengan makna sebenarnya. Makna kiasan banyak terdapat dalam idiom, peribahasa, dan ungkapan.

s.       Makna kolokasi

Makna kolokasi (collocatieve betekenis) biasanya berhubungan dengan penggunaan beberapa kata di dalam lingkungan yang sama. Meskipun beberapa kata maknanya sama atau mirip, namun penggunaannya harus sesuai objek dengan situasi. Dengan demikian setiap kata memiliki keterbatasan di dalam penggunaannya. Palmer (1976:97) menyebutkan tiga keterbatasan kata jika dihubungkan dengan makna kolokasi. Ketiga keterbatasan itu, adalah: (i) makna dibatasi oleh unsur yang membentuk kata atau urutan kata, (ii) makna kolokasi dibatasi oleh tingkat kecocokan kata.

Berhubungan dengan makna kolokasi, terdapat pula makna asosiasi. Leech (I, 1976:36)  mengatakan bahwa makna gereflekter, makna afektif, makna kolokasi, dan makna stilistika dikelompokkan ke dalam satu kategori, yakni makna asosiasi (associatieve betekenis). Makna asosiasi mengandung banyak faktor yang dapat dipelajari secara sistematis dengan menggunakan pendekatan statistik.

t.        Makna kontekstual

Makna kontekstual (contextual meaning) atau makna situasional (situational meaning) muncul sebagai akibat hubungan antara ujaran dan konteks. Sudah diketahui bahwa konteks itu berwujud dalam banyak hal. Konteks yang dimaksud di sini, yakni: (i) konteks orangan, (ii) konteks situasi, (iii)  konteks tujuan, (iv) konteks formal/tidaknya pembicaraan, (v) konteks suasana hati pembicara/pendengar, (vi) konteks waktu, (vii) konteks tempat, (viii) konteks objek, (ix) konteks alat, (x) konteks kebahasaan, dan (xi) konteks bahasa.

u.      Makna lokusi

Pada teori ujaran (speech act theory) terdapat tiga macam tindak ujaran, yakni: (i) tindak lokusi (locutionary act) yang mengaitkan suatu topik dengan suatu keterangan dalam suatu ujaran; (ii) tindak ilokusi (illocutionary act) yaitu pengujaran suatu pernyataan, janji, pertanyaan, tawaran; dan (iii) perlokusi (perlocutionary act), yaitu hasil atau efek yang ditimbulkan oleh ujaran itu pada pihak pendengar sesuai konteks.

v.      Makna stilistika

Makna stilistika (stilistische betekenis) adalah makna yang timbul akibat pemakaian bahasa. Makna stlistika dapat dijelaskan melalui berbagai dimensi dan tingkatan pemakaian bahasa. Makna stilistika berhubungan dengan pemakaian bahasa yang menimbulkan efek, terutama kepada pembaca. Efek tersebut lebih banyak berhubungan dengan emosi, dengan perasaan. Makna stilistika lebih banyak terlihat dalam karya sastra. Kata-kata yang digunakan sedemikian rupa sehingga pembaca tergerak perasaan pembaca. Makna stilistika diterapkan oleh penulis melewati kata-kata yang digunakannya.

Crystal dan Davy (lihat Leech, I, 1974:31) mengemukakan dimensi-dimensi variasi stilistika dalam gaya Bahasa Inggris sebagai berikut:

a)      Stilistika yang berhubungan dengan gaya tetap

1.      Perorangan
2.      Dialek
3.      Waktu

b)      Stilistika yang berhubungan dengan wacana

1.      Ragam
2.      Cara berbahasa

c)      Stilistika yang berhubungan dengan bahasa yang dikaitkan dengan waktu

1.      Ragam bahasa
2.      Status
3.      Modalitas
4.      Perorangan

w.    Makna Tekstual

Makna tekstual (textual meaning) adalah makna yang timbul setelah seseorang membaca teks secara keseluruhan. Makna tekstual tidak diperoleh hanya melalui makna setiap kata, atau makna setiap kalimat, tetapi makna tekstual dapat ditemukan setelah seseorang membaca keseluruhan teks. Dengan demikian makna tekstual lebih berhubungan dengan bahasa tertulis. Makna tekstual lebih berhubungan dengan amanat, pesan, boleh juga tema yang ingin disampaikan melalui teks.

x.      Makna Tematis

Makna tematis (thematische betekenis) akan dipahami setelah dikomunasikan oleh pembicara atau penulis, baik melalui urutan kata-kata, fokus pembicaraan, maupun penekanan pembicaraan.